Thursday, May 7, 2009

LINGKUNGAN KELAS YANG KONDUSIF

Jika Anda seorang guru/dosen/tenaga pengajar, tanyakan kepada siswa/mahasiswa, apakah ruang kelasnya ini merupakan tempat favoritnya. Jika jawabannya “ya” bersyukurlah bahwa Anda telah berhasil membuat mereka menyenangi tempat mereka belajar. Tetapi jika mereka berani berkata jujur dan berkata “tidak” maka Anda harus siap-siap bekerja keras untuk menciptakan tempat yang nyaman bagi para pebelajar tersebut.

Bagaimana membuat kelas kita supaya menjadi kelas yang nyaman bagi siswa-siswa? Seorang pebelajar merasa senang datang ke sekolahnya, dikarenakan pada pikirannya tergambar sebuah ruangan kelas yang nyaman, pengajar-pengajar yang baik, dan berkompeten, teman-teman yang baik, fasilitas-fasilitas pengajaran yang lengkap dan mendukung, sehingga dia mampu berpikir produktif, bekerja sama dengan teman-temannya, mampu menyerap informasi yang disampaikan. Inilah sebuah gambaran di mana sebuah lingkungan belajar mampu mendorong siswa untuk datang ke sekolah. Berbeda halnya dengan seorang pelajar yang memiliki sebuah lingkungan belajar yang kotor, pengajar-pengajar yang tidak baik, suasana kelas yang berantakan, teman-teman yang individualis, serta fasilitas pengajaran yang tidak sesuai, tentunya akan menimbulkan kesan malas, dan membosankan, sehingga tidak timbul rasa semangat pada saat proses belajar mengajar berlangsung dan berdampak pada kegagalan proses belajar-mengajar, dikarenakan suasana lingkungan belajar yang tidak kondusif dan efektif.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa salah satu faktor penting yang menentukan hasil belajar adalah lingkungan belajar. Dalam lingkungan yang menyenangkan, siswa akan senang belajar, dan secara langsung akan meningkatkan hasil belajar. Sebaliknya jika lingkungan belajar tidak nyaman maka tidak akan mendukung hasil belajar yang maksimal. Apakah lingkungan belajar itu? Lingkungan belajar merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar siswa. Lingkungan belajar tersebut dapat bersifat fisik, misalnya ruang kelas, perabotan kelas, kebersihan kelas, meja-kursi, dan lain lain. Lingkungan kelas juga dapat bersifat non fisik, misalnyai nteraksi, ketenangan, dan kenyamanan.

Bagaimana mengatur lingkungan fisik agar menjadi tempat yang kondusif bagi siswa atau pebelajar.

1. Pengaturan ruang kelas. Aturlah ruang kelas sehingga ruang kelas menjadi nyaman. Ruang kelas harus memiliki jendela dan ventilasi yang cukup sehingga terjadi pergantian udara secara bebas. Atur meja-kursi guru di tempat yang baik dan dapat memandang ke seluruh ruang kelas. Atur meja-kursi siswa agar tidak berdesak-desakan, sesuaikan jumlah meja-kursi dengan kapasitas ruang. Keluarkan perabot yang sudah tidak difungsikan lagi supaya tidak mengotori ruangan.

2. Menjaga kebersihan kelas. Kelas harus dijaga kebersihannya oleh semua warga kelas. Sediakan tempat sampah di luar kelas. Secara berkala ajak siswa untuk membersihkan kelas secara bersama-sama.

3. Pengaturan dinding kelas. Aturlah dinding kelas sehingga sedap dipandang. Jangan biarkan dinding kelas kosong, tetapi isi dengan berbagai sumber belajar, media, kata-kata mutiara, dan hasil-hasil karya siswa. Dinding kelas yang baik adalah bukan dinding kelas yang bersih tanpa tempelan tetapi dinding kelas yang bermanfaat sebagai sumber belajar. Catlah dinding kelas dengan warna-warna yang cerah, misalnya, merah, kuning, biru, hijau; hindari cat dengan warna yang kalem misalnya coklat dan krem.

4. Atur meja dan kursi siswa dengan formasi yang berubah-ubah, paling tidak setiap 2 hari sekali. Perubahan formasi meja dan kursi siswa ini akan mempengaruhi pola interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Dengan perubahan seperti ini maka siswa tidak akan merasa bosan di kelas.

5. Buatlah sudut baca/perpustakaan kelas yang menjamin siswa untuk aktif membaca dan menelusuri informasi. Isi perpustakaan kelas dengan bacaan-bacaan yang manarik yang sesuai dengan usia siswa. Buku-buku di perpustakaan kelas ini jangan hanya buku-buku pelajaran saja tetapi sebaiknya adalah buku-buku yang menarik dan inspiratif.

6. Menghindari kebisingan. Kebisingan merupakan masalah yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang ada di perkotaan. Biasanya sekolah-sekolah di kota memiliki bangunan ruang kelas yang dekat dengan jalan raya karena sempitnya lahan. Untuk mengurangi kebisingan tanamlah pohon-pohon.

7. Sediakan tempat besosialisasi. Sekolah bukan hanya merupakan tempat belajar berbagai mata pelajaran, tetapi juga untuk besosialisasi. Oleh sebab itu sekolah perlu menyiapkan tempat untuk mereka bersosialisasi. Sediakan kursi di luar kelas yang dapat digunakan oleh siswa untuk berdiskusi, bersosialisasi, atau hanya sekedar beristirahan setelah jenuh belajar pelajaran di kelas.

Selain pengaturan lingkungan fisik, lingkungan non fisik juga perlu di kelola. Apa saja lingkungan fisik yang penting bagi terselenggaranya kelas yang kondusif.

1. Interaksi siswa dengan guru serta siswa dengan siswa lainnya. Kembangkan interaksi yang nyaman antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa lainnya. Interaksi ini hanya bisa terjalin kalau guru menggunakan cara PAKEM dalam pembelajaran. Kalau guru hanya menggunakan cara mengajar ceramah, dapat dipastikan interaksi antar siswa akan terbatas.

2. Buatlah aturan, tata tertib, etika, yang disepakati oleh semua siswa. Aturan yang dibuat secara demokratis ini menjadi bagian yang mengikat dan memberi keuntungan kepada semua warga kelas

3. Kenyamanan kelas sebagai tanggung jawab bersama. Sampaikan kepada semua siswa bahwa kenyamanan kelas menjadi tanggung jawab bersama. Seminggu sekali ajaklah siswa mendisain dan mengatur ruang kelasnya. Kegiatan ini dapat dilakukan seminggu sekali, misalnya dilakukan pada hari sabtu sebelum pulang sekolah. Bahas dengan mereka apa yang perlu ditambahkan di kelas dan apa yang perlu dikurangi.

4. Refleksi. Tugaskan kepada setiap siswa untuk menuliskan refleksinya mengenai ruang kelas mereka. Melalui refleksi ini guru akan memahami pakah ruang kelasnya ini sudah kondusif untuk pembelajaran atau belum.

Wednesday, April 29, 2009

Mengapa Perlu Rubrik

Kurikulum berbasis kompetensi menuntut siswa mendemonstrasikan apa yang sudah mereka pelajari dengan berbagai cara. Siswa harus mendemonstrasikan kompetensi atau kemajuan mereka ke arah kompetensi. Kompetensi yang berupa pengetahuan dapat dinilai menggunakan tes yang jawabannya benar atau salah, sedangkan kompetensi kinerja penilaiannya tidak dapat dilakukan menggunakan tes tulis. Suatu penilaian kinerja menuntut siswa untuk melakukan satu tugas, tidak seperti tes benar-salah atau pilihan ganda yang mengharuskan siswa memilih salah satu jawaban yang tersedia. Sebagai contoh, penilaian kinerja melakukan penelitian menuntut siswa untuk benar-benar melakukan penelitian, bukan hanya sekedar menjawab pertanyaan pilihan ganda tentang apa yang disebut penelitian, apa yang disebut variabel, bagaimana langkah-langkah melakukan penelitian.

Penilaian kinerja terdiri dari 2 bagian, yaitu satu tugas dan satu set kriteria penskoran atau ”rubrik.” Tugas itu dapat menghasilkan satu produk, kinerja, atau uraian jawaban dari satu pertanyaan yang menuntut siswa menerapkan keterampilan berpikir. Karena penilaian kinerja tidak mempunyai kunci jawaban seperti tes pilihan ganda, penskoran kinerja dapat menghasilkan penilaian yang subjektif mengenai kualitas dari hasil kerja siswa.

Kita biasa melihat guru yang memberikan skor laporan percobaan dengan rentang 0 sampai 10, tetapi kita tidak mengetahui kriteria yang digunakan untuk memberi skor. Siswa tidak mendapat informasi yang bermanfaat tentang mengapa angka tersebut diberikan kepadanya dan tidak ada umpan balik mengenai bagian mana dari tugas yang telah dikerjakan dengan baik dan bagian mana yang memerlukan perbaikan. Contoh penilaian yang berupa daftar telaah seperti contoh berikut bukanlah rubrik karena tidak mencantumkan kriteria kinerja.

1 2 3 4 5

Kurang Cukup Bagus Bagus sekali Sempurna

Penilaian dengan menggunakan skala di atas bergantung pada penafsiran guru mengenai istilah-istilah seperti “cukup“ atau “bagus”. Kalau siswa dinilai “cukup”, siswa, orang tuanya, atau guru lain tidak mempunyai gambaran mengenai apa yang sudah bisa dilakukan oleh siswa tersebut dan apa yang belum/tidak bisa dilakukannya.

Rubrik adalah kunci penskoran yang menggambarkan berbagai tingkat kualitas kemampuan dari yang sempurna sampai yang kurang untuk menilai satu tugas, keterampilan, projek, esai, laporan penelitian, atau kinerja spesifik. Tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik tentang kemajuan kerja siswa dan memberikan evaluasi yang rinci mengenai produk akhir.

Rubrik biasanya mempunyai 2 bagian yaitu daftar kriteria tugas dan gradasi/tingkat pencapaian kriteria. Setiap kriteria di dalam rubrik merupakan acuan kinerja sehingga dijadikan dasar untuk menilai respons siswa. Rubrik memiliki skala pemeringkatan. Berbeda dengan skala penilaian yang pemeringkatannya hanya berupa peringkat sangat kurang, sangat baik, cukup, sempurna; rubrik memiliki kelebihan yaitu pemeringkatan kriteria dalam bentuk deskripsi yang rinci.

Tabel 4.4 berikut adalah satu contoh rubrik untuk menilai projek dalam IPA. Semua rubrik memiliki skala pemeringkatan. Rubrik di atas menggunakan skala pemeringkatan empat tingkat, skala 1 untuk tingkat kinerja terendah dan skala 4 untuk tingkat kinerja tertinggi. Tidak ada skala pemeringkatan terbaik untuk sebuah rubrik, tetapi sebaiknya menghindari rubrik yang memiliki skala pemeringkatan lebih dari 6 tingkatan. Hal ini perlu dihindari karena skala pemeringkatan lebih dari 6 tingkatan akan mempersulit untuk membedakan dengan jelas antar tingkat kinerja dan mempersulit untuk mengukur perbedaan antara kriteria kinerja.

Langkah-langkah dalam menyusun rubrik adalah sebagai berikut.

a. Menentukan kompetensi yang akan disusun rubriknya

b. Menentukan kriteria yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui ketercapaian kompetensi.

Sebagai contoh kompetensi dasar: Melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak (model jungkat jungkit, katapel/model traktor sederhana energi pegas). Kriterianya untuk mengukur ketercapaian kometensi tersebut adalah:

· Rumusan masalah percobaan

· Pelaksanaan percobaan

· Analisis data

· Perumusan kesimpulan

Tabel 4.4 Rubrik penilaian projek IPA dengan kompetensi dasar “Melakukan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara gaya dan gerak (model jungkat jungkit, katapel/model traktor sederhana energi pegas)”

riteria

Tingkatan

4

3

2

1

Perumusan Masalah

Rumusan masalah jelas dan menunjukkan hubungan antara variabel gaya dan gerak

Rumusan masalah jelas dan terkait dengan topik percobaan tetapi belum menunjuk-kan hubungan variabel gaya dan gerak

Rumusan masalah terkait dengan topik percobaan tetapi pernyataanya masih membingungkan

Rumusan masalah tidak jelas

Pelaksanaan percobaan

Menggunakan alat dan bahan yang lengkap, langkah percobaan tepat, ada format pencatat data sehingga pen-catatan data rinci dan sesuai tujuan

Menggunakan peralatan yang lengkap, langkah percobaan tepat, tetapi data kurang rinci

Menggunakan peralatan yang lengkap, langkah percobaan dan data yang dicatat kurang lengkap

Pelaksanaan percobaan dan pencatatan data tanpa peren-canaan sehingga tidak sempurna

Analisis data

Data disajikan dalam berbagai bentuk sehingga memudahkan penarikan kesimpulan

Data disajikan hanya dalam satu bentuk, meskipun masih memudahkan penarikan kesimpulan

Penyajian data tidak menarik tetapi ada analisis untuk penarikan kesimpulan

Penyajian data tidak lengkap dan tanpa ada analisis

Kesimpulan

Kesimpulan berdasakan data, pernyataannya jelas, merupakan hubungan variabel gaya dan gerak, dan meru-pakan konsep IPA yang benar

Kesimpulan berdasakan data, pernyataannya kurang jelas, tetapi masih merupakan hubungan variabel gaya dan gerak, dan meru-pakan konsep IPA yang benar

Rumusan kesimpulan jelas dan tidak ber-dasarkan data tetapi masih merupakan konsep IPA yang benar

Rumusan kesimpulan tidak jelas, tidak berdasarkan data, dan tidak bermakna sebagai konsep IPA


c. Untuk setiap kriteria, disusun deskripsi tentang pencapaian kriteria dari yang paling tinggi ke yang paling rendah kualitasnya. Misalnya kriteria merumuskan masalah, tingkatan pecapaian kriteria adalah sebagai berikut:

· Rumusan masalah jelas dan menunjukkan hubungan antara variabel gaya dan gerak

· Rumusan masalah jelas dan terkait dengan topik percobaan tetapi belum menunjukkah hubungan variabel gaya dan gerak

· Rumusan masalah terkait dengan topik percobaan tetapi pernyataanya masih membingungkan

· Rumusan masalah tidak jelas

d. Masukkan kriteria dan deskripsinya ke dalam matrik

e. Pemberian skor dari deskripsi tingkatan kriteria tinggi sampai rendah.

Rubrik selain berperan dalam penilaian juga berperan dalam pembelajaran. Berikut adalah peran rubrik dalam penilaian maupun alam pembelajaran.

a. Membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran, karena rubrik mengandung kriteria atau indikator keberhasilan pencapaian hasil belajar. Berdasarkan konsep penilaian bahwa penilaian bukan hanya hak guru tetapi juga merupakan hak siswa, maka guru perlu membahas rubrik dengan para siswa sebelum mereka memulai tugas. Rubrik dapat dipajangkan pada papan pajangan atau dibagikan kepada siswa. Jika guru dan siswa telah menyepakati rubrik penilaian, maka rubrik dapat pula membantu memfokuskan proses belajar-mengajar melalui penekanan pada kriteria yang harus dipenuhi siswa.

b. Membantu guru menetapkan standar kelulusan, misalnya guru menentukan minimal skor 3 dari tiap kriteria sebagai standar kelulusan.

c. Membantu guru menentukan kegiatan remedial. Misalnya guru menentukan skor 3 sebagai standar kelulusan. Kalau ada siswa yang satu atau beberapa kriteria mendapatkan skor kurang dari 3, guru tidak perlu mengajarkan kembali semua konsep tetapi hanya konsep dalam kriteria yang tidak dikuasai saja yang harus diajarkan kembali.

d. Menjadi kriteria penilaian diri siswa. Dengan melihat kriteria penilaian dalam rubrik siswa dapat mengetahui seperti apa tuntutan hasil belajar yang harus dicapai dalam kompetensi tersebut. Kejelasan tuntutan belajar ini dapat mendorong kemajuan siswa.

e. Sebagai umpan balik. Seumpama ada siswa yang mendapat skor 1 pada kriteria analisis data maka pernyataan dalam rubrik “penyajian data tidak lengkap dan tanpa analisis” membantu siswa untuk memperbaiki cara penyajian dan analisis data.

Dalam beberapa kegiatan pelatihan banyak guru yang bertanya, apakah setiap tugas harus dibuatkan rubriknya? Sebenarnya ada dua bentuk rubrik yang dapat digunakan untuk menilai tugas-tugas kinerja, yaitu rubrik holistik dan rubrik spesifik. Rubrik holistik adalah rubrik yang digunakan untuk menilai kecakapan umum, misalnya kecakapan melakukan percobaan, presentasi, dan diskusi. Rubrik spesifik hanya berlaku untuk menilai kecakapan tertentu, misalnya rubrik penilaian keterampilan menggunakan mikroskop. Runrik pada Tabel 4.4 dapat berfungsi menjadi rubrik holistik dengan menghilangkan konsep-konsep IPA-nya, dapat pula menjadi rubrik spesifik dengan menambahkan konsep-konsep IPA pada deskripsi kriteria. Oleh karena itu, guru tidak perlu membuat rubrik baru untuk setiap kegiatan.